Selasa, 09 Desember 2014

DI LINTASAN LIMIT

Assalamu 'alaikum dan salam sejahtera.
Dulu, semasa aku masih kecil, ibuku selalu mengarahkanku; "Cepat mandi, tu temanmu dah main dan sudah mandi." Ketika sudah menjelang magrib, aku dipanggil lagi, "Pulang, dah sore, cepat pergi ngaji!". Ketika aku agak telat pulang ngaji, ibuku bertanya lagi, "Ngapa kok lambat? Apa ada hafalan?" Menjelang malam, ibuku bicara lagi, "Tu dah malam, tidur lagi ya.".
Hidup ternyata berada di lintasan limit. Suatu saat, ketika aku pulang ke kampung halamanku, di Desa Selatbaru, Bengkalis, (Riau, Indonesia tentunya), waktu itu sudah hari ke-7 Idul Fitri. Saya bersama istri dan anak-anak sudah berencana pulang ke rumahku di Pekanbaru. Seseorang - aku panggil Mbakyu, rumahnya tak jauh dari rumah mendiang orangtuaku dan masih ada hubungan famili - walaupun sambil bergurau menyapaku, "Yo mbok dicekeli Mbakyune iki sepuloh-sepuloh ewu" (Coba dikasi Kakak ini uang agak RP.10.000,-). Karena uang yang kupegang telah menipis dan dalam perencanaan untuk Idul Fitri tahun itu Mbakyu itu tidak termasuk sasaran angpaoku, akupun berpikir, "Kalau ngasi cuma Rp.30.000,- kok seperti kecil sekali". Maka bisikan kedua dihatiku "Kasi tahu depan sajalah Mbakyu itu".

Dua hari kemudian aku pulang ke Pekanbaru. Sekitar seminggu setelah aku di Pekanbaru, akupun dapat kabar, bahwa Mbakyu itu telah meninggal dunia.

Aku dapat pelajaran lagi dari alam (pastinya dari Tuhan, karena Tuhanlah yang berkehendak mutlak terhadap alam ini), bahwa ternyata berbuat baikpun  semestinya tidak ditunda biarpun mungkin dalam penilaian kita hanya kecil atau tak banyak bermanfaat, sebab kesempatan untuk kita berada dalam lintasan limit. Ketika limitnya telah sampai maka berhentilah benda yang bergerak dalam lintasan itu. Maka ketika kita ingin berbuat baik, buat sajalah, karena di masa akan datang, mungkin kita tidak punya kesempatan. Bisa jadi:

1.Objek yang menjadi sasaran perbuatan baik kita itu meninggalkan kita (hijrah ke daerah lain secara fisik, hijrah ingatan (sakit dan tak ingat dengan kita), atau dipanggil Tuhan karena telah sampai janji atau limit hidupnya).

2.Jika kebaikan itu berupa benda atau dianggap benda, mungkin saja benda itu tidak ditemukan lagi.

3.Kita sendiri sebagai subjek mungkin saja telah sampai limitnya, sehingga tidak dapat menyampaikan kebaikan-kebaikan itu lagi disebabkan ujur kesehatannya atau dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Sempatkan berbuat baik kepada sesama, pahami mereka, terima masukan dari siapapun dan diskusikan dalam hati kecil kita - karena dia lebih tahu dan arif dari tubuh kasar kita yang terkadang menghalangi kebaikan hati nurani. Hiduplah dalam keindahan sanubari, dan pulanglah nanti ke pangkuan asal kita - Tuhan Yang Maha Kasih, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Mulia. Kita tetap ke sana, yaitu ketika lintasan limit kita telah berakhir untuk sementara di dunia yang indah penuh kenangan ini, tetapi juga benar-benar pana.
Wassalam.